Masyarakat Madura memang dikenal dengan sebuah budaya karapan sapi atau jika dalam bahasa Madura disebut karapan sampeh. Tradisi ini adalah sebuah balapan sapi tradisional yang dilakukan pada lintasan 100 meter serta berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit.
Kata karapan berasal dari kata kerap atau kirap, berrti berangkat atau dilepas bersamaan atau juga berbondong-bondong. Jika dalam bahasa Arab yaitu kirabah berarti sebuah persahabatan. Untuk kali pertama Karapan Sapi Madura dipopulerkan Pangeran Katandur (Syeh Ahmad Baidawi) tepatnya pada abad ke-13 di Pulau Sapudi.
Pada masa itu lahan pertanian Madura sangatlah gersang dan tandus, sehingga hasil panen terus mengecewakan. Akhirnya, Pangeran Katadur mengenalkan teknik bercocok tanam menggunakan dua bambu (nanggala) yang ditarik dua ekor sapi.
Ternyata, cara tersebut menjadikan pekerjaan petani di Madura lebih mudah, dan hasil panen sangat memuaskan. Sejak itulah masyarakat Madura begitu menghormati hewan sapi. Selain itu, karapan sapi diadakan untuk menemukan mana hewan sapi terkuat, untuk dapat membantu menggarap sawah.
Akan tetapi, seiring perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih, akhirnya cara ini berubah menjadi tradisi dan diadakan setiap tahun, khususnya setelah menjelang musim panen habis. Saat ini, budaya Karapan Sapi sendiri digelar sebagai wujud rasa syukur masyarakat Madura karena tanah pertanian mereka menjadi subur.
Babak Karapan Sapi
Pada pergelaran Karapan Sapi tidak langsung dilakukan pertandingan. Melainkan diawali dengan mengarak pasangan sapi mengelilingi arena pacu dengan gamelan Madura. Lalu, sapi diberi pakaian berwarna-warni lengkap dengan gantungan genta di leher sapi yang dapat mengeluarkan bunyi.
Usai parade sapi, pakaian hias dibuka dan sapi hanya memakai hiasan kepala (disebut obet), sebagai lambang percaya diri juga keperkasaannya. Babak pada Karapan Sapi dibagi menjadi empat babak. Babak pertama mirip seperti babak penyisihan.
Semua sapi akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk ditanding. Sapi yang paling cepat atau menang di kelompoknya akan masuk pada babak kedua. Di babak ini kelompok sapi yang menang akan diadu kembali.
Lanjut pada babak ketiga, sapi akan dipertandingkan lagi untuk menentukan tiga pasang sapi dari masing-masing kelompok. Sementara pada babak keempat atau babak terakhir, pasangan sapi yang menang di babak ketiga akan diadu kembali untuk menentukan juara I, II serta III.
Makna Karapan Sapi
Bagi orang Madura budaya Karapan Sapi bukan sebuah pertandingan biasa. Tradisi ini menjadi pesta rakyat yang membawa kebanggaan bagi pemenangnya. Selain itu juga mengangkat martabat masyarakat Madura. Untuk mengikuti perlombaan Karapan Sapi juga tidaklah mudah. Peserta harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit guna perawatan sepasang sapi.
Biasanya, sapi yang diikutkan pertandingan ini sudah dipilih sejak berusia tiga atau empat bulan. Selama kurang lebih 10 bulan, sapi tersebut akan dirawat serta diperlakukan spesial. Diantaranya dipijat, diberi jamu dan puluhan telur. Hal itu konsisten dilakukan sampai sapi siap turun arena.
Perayaan Karapan Sapi
Karapan Sapi rutin digelar tiap tahun, tepatnya pada bulan Agustus hingga September. Terdapat dua perayaan Karapan Sapi di Madura, yakni Bupati Cup dan juga Presiden Cup. Bupati Cup biasanya digelar dua kali dalam setahun.
Para pemenang Bupati Cup inilah yang akan melanjutkan pertandingan ke pertandingan Presiden Cup. Adapun penggunaan rekeng (sejenis alat cambuk berpaku) dilarang untuk digunakan pada ajang Presiden Cup.
Itulah sekilas tentang budaya Karapan Sapi yang sangat unik dan menarik. Siapa sangka bahwa hewan sapi yang awalnya diperuntukkan untuk kebutuhan bercocok tanam sekarang menjadi hewan yang menjadi tokoh utama dalam tradisi Karapan Sapi. Bahkan tradisi yang satu ini menjadi banyak ditunggu masyarakat.